Nunsius: Fungsi Eklesial dan Diplomatik
Paus mengirimkan wakilnya ke negara-negara di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Para Wakil Paus atau sering disebut Nunsius ini memiliki dua fungsi: gerejani (eklesial) dan diplomatik
SEJAK 23 Maret 2011, Mgr Antonio Guido Filipazzi menduduki jabatannya sebagai Nunsius Apostolik di Indonesia atau Duta Besar Vatikan untuk Indonesia. Mgr Filipazzi lahir di Melzo-Milan, Italia, 8 Oktober 1963. Ia merupakan Nunsius XIV sejak pertama kali diberlakukannya Wakil Paus di Indonesia.
Profesor Hukum Kanonik di Seminari Keuskupan “Pius XI” di Bordighera, Italia ini adalah Nunsius termuda yang menjabat posisinya di antara Nunsius lain yang pernah menjadi Wakil Paus di Indonesia.
HIDUP menemui dan melakukan wawancara dengan Mgr Filipazzi di kediaman resminya, Kedutaan Besar Vatikan untuk Indonesia, di bilangan Jakarta Pusat. Dalam wawancara tersebut , R.B.E. Agung Nugroho, Sylvia Marsidi, dan Maria Pertiwi menanyakan seluk-beluk fungsi Nunsiatura (sebutan untuk instansi yang dipimpin seorang Nunsius) yang selama ini masih belum banyak diketahui khalayak. Berikut petikannya:
Yang Mulia, bisa dijelaskan tentang fungsi dan tugas seorang Nunsius?
Menurut Hukum Kanonik, fungsi seorang Nunsius ada dua: gerejani (eklesial) dan diplomatik (sipil). Fungsi eklesial memperkuat relasi dan persatuan antara Gereja lokal dengan Paus. Sedangkan dalam fungsi di plomatik, Nunsius tak jauh beda dengan fungsi Duta Besar lain yang mewakili negaranya. Nunsiatura juga menjalin relasi antara Takhta Suci dengan negara-negara lain. Ada lebih dari 100 Nunsiatura di seluruh dunia.
Sering dikatakan, Nunsius adalah Duta Besar Vatikan. Namun yang dimaksudkan, seorang Nunsius bukanlah wakil dari negara Vatikan, tapi wakil Sri Paus. Negara Vatikan lahir pada 1929; sebelum lahirnya negara Vatikan ini, fungsi sebagai Wakil Paus yang dijalankan seorang Nunsius sudah lama ada. Jadi, seorang Nunsius mewakili Paus bukan hanya sebagai Kepala Negara Vatikan, tapi terutama sebagai Kepala Gereja. Nunsius tak hanya mewakili negara terkecil di dunia (Vatikan), melainkan mewakili Kepala Gereja, sebuah komunitas yang sangat besar.
Apakah keliru sebutan Duta Besar tersebut?
Tidak. Sudah sejak abad XV, lahir figur Duta Besar sebagaimana dikenal pada saat ini. Namun hendaknya diperhatikan, istilah ini mewakili realitas yang berbeda. Gereja adalah sebuah realitas keagamaan yang diakui kalangan internasional, sebagaimana sebuah negara diakui. Paus menjalin relasi dengan semua negara, bukan hanya sebagai Kepala Negara, tapi juga sebagai Kepala Gereja. Inilah kekhasan Gereja Katolik.
Gereja merupakan sebuah badan yang diakui secara internasional. Sebagai subyek internasional, Gereja memiliki hak untuk mengutus para Duta Besar (Nunsius) ke negara-negara lain. Gereja pun ber hak menerima Duta-Duta Besar dari negara lain. Misal, Indonesia memiliki seorang Duta Besar di Vatikan. Ada 180 negara yang menjalin relasi diplomatik dengan Takhta Suci. Bisa dikatakan, pada umumnya fungsi Nunsiatura lebih difokuskan pada fungsi eklesialnya.
Takhta Suci tentu tidak punya kepentingan di bidang lain, seperti: pengeluaran visa, ekonomi atau militer. Salah satu fungsi sipil dari Kedutaan Besar Vatikan ialah mempromosikan kebebasan beragama.
Seperti apa pengalaman Nunsius menjalin relasi dengan pemerintah sipil?
Tentu seorang Nunsius, seperti juga semua Duta Besar lain, bertemu dengan Presiden dan para menteri. Misal, dalam perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan hari raya keagamaan, seperti Idul Fitri.
Ketika berkunjung ke suatu daerah, Nunsius juga bertemu dengan gubernur, bupati atau pejabat-pejabat lain. Selama ini, saya mesti mengakui bahwa pemerintah lokal selalu memfasilitasi kunjungan saya. Secara khusus yang mempermudah kunjungan itu ialah Kementerian Luar Negeri. Tentu saya menjalin relasi dengan kementerian lain juga, tapi prioritasnya dengan Kementerian Luar Negeri.
Saya mau menegaskan, baik Presiden maupun Menteri Luar Negeri selalu menandaskan bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang baik dengan semua golongan agama, dan hidup rukun. Indonesia selalu mempromosikan diri sebagai negara, di mana semua agama hidup rukun tanpa konflik.
Secara khusus, mempromosikan dialog antaragama merupakan fungsi dari Gereja lokal dan para uskup. Seorang Nunsius mendukung karya tersebut, tapi ia tidak bisa menggantikan fungsi mereka.
Bagaimana hubungan seorang Nunsius dengan para uskup?
Paus merupakan Kepala Dewan Uskup Sedunia. Semua uskup mesti ber satu dengan Paus. Jadi, kalau ada petunjuk dari Paus misalnya, Nunsius berfungsi menyampaikan pesan Paus tersebut pada para uskup. Namun, bukanlah tugas seorang Nunsius untuk menugaskan seorang pastor paroki, atau mendirikan sebuah paroki. Ini fungsi uskup setempat. Akan tetapi, jika ada keputusan-keputusan yang diambil para uskup dan memerlukan restu dari Takhta Suci, atau situasi di mana Takhta Suci harus mengambil keputusan, Nunsius bisa menjadi penghubung.
Sebagai contoh, ada sebuah komunitas yang mau diakui sebagai sebuah kongregasi. Uskup setempat bisa mendirikan kongregasi pada level diosesan sesudah menerima otorisasi dari Takhta Suci. Seandainya uskup setempat mengakui kongregasi tanpa izin dari Roma, keputusan itu secara otomatis tidak sah. Tentu saja kalau ada permintaan uskup setempat ke Roma, permintaan ini disertai informasi dari Nunsius.
Bagaimana fungsi Nunsius berkaitan dengan pengangkatan uskup baru?
Fungsi yang terkait dengan pengangkatan uskup baru merupakan fungsi yang sangat penting dari seorang Nunsius. Nunsius tidak memilih dan memberi tugas pada uskup. Yang mengangkat ialah Paus sendiri. Namun, Nunsius bertugas mengumpulkan data dan informasi yang berguna bagi Paus. Jadi, Nunsius mesti mengerti dan memahami situasi di mana ia ditempatkan. Ia harus mengumpulkan informasi tentang semua calon uskup, apakah layak atau tidak.
Ketika perlu mengangkat seorang uskup, Nunsius akan meminta nama-nama calon uskup pada para uskup setempat, pastor, suster, dan awam. Selain itu, setiap 5 atau 6 tahun sekali, para uskup pun mengusulkan nama-nama calon uskup. Biasanya ada tiga nama calon yang kemudian diusulkan ke Takhta Suci.
Sesudah proses pengumpulan informasi selesai, semua berkas dikirim ke Takhta Suci. Proses ini tentu saja lama karena sangat mungkin ada beberapa unsur yang harus diselidiki lebih lanjut. Semua proses ini dilakukan secara rahasia. Salah satu tujuan kerahasiaan ini ialah menjaga nama baik si calon. Lalu ketika Paus memilih salah satu calon, bisa terjadi calon itu menolak untuk menjalankan tugas sebagai seorang uskup.
Kalau sudah begitu, proses dimulai lagi dari awal. Untuk mengusulkan nama-nama kandidat mungkin mudah, tapi proses memilihnya bisa menghabiskan waktu yang lama. Itulah mengapa prosesnya menjadi panjang. Suasana rahasia yang dibangun ini menjaga agar proses berjalan tenang. Inilah bagian terpenting dan tersulit dari fungsi eklesial seorang Nunsius.
Bagaimana dengan pengangkatan seorang Kardinal?
Keputusan tentang Kardinal sepenuh nya merupakan wewenang Paus, personal decision of the Pope. Tidak ada usulan nama calon Kardinal, seperti hal nya uskup. Ini benar-benar wewenang Paus.
Wawancara ini diterbitkan di Majalah HIDUP tanggal 12 Desember 2013.
0 Comments