Homili Nunsius Apostolik pada Misa untuk Sri Paus, Katedral Jakarta, 14 November 2018
Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan,
Merupakan kehormatan besar bagi saya, untuk merayakan Misa Kudus pertama kalinya, di Katedral Jakarta yang besar dan indah ini. Sejak 1901 (seribu sembilan ratus satu), ia telah menyambut, banyak peristiwa penting Gereja Katolik di Indonesia, dan hari ini, ia adalah saksi atas, betapa besar cinta Komunitas Katolik, dan Bangsa Indonesia, kepada Paus dan misi universalnya.
Dalam satu hati, kita berdoa bersama: “Ya Allah … anugerahkanlah Paus kami Fransiskus yang terkasih, agar menjadi azas dan dasar yang kelihatan, dari kesatuan dalam iman, kasih, dan persekutuan”.
Untuk alasan inilah, saya bersyukur dan menyambut, kehadiran Anda semua di sini: Kardinal Yulius yang terhormat, Uskup Agung Metropolitan Ignatius yang terkasih, yang baru saja dipilih menjadi Ketua KWI yang baru, bersama segenap Uskup Agung dan Uskup Indonesia, para Duta Besar, para Pejabat Sipil, para imam, biarawan dan biarawati, para misionaris, dan umat beriman awam. Secara khusus, saya berterima kasih kepada keluarga Kristen, orang muda, dan semua orang berkehendak baik. Semoga Tuhan memberkati Anda dan membalas kebaikan Anda semua!
*
Gereja Katolik di Indonesia – dan kita semua mengetahuinya – lahir dari semangat misionaris para Uskup, imam, katekis, dan umat awam yang kudus. Dalam periode sejarah yang berbeda, mereka telah menempuh perjalanan panjang, dan mengatasi kesulitan besar, demi cinta akan Kristus! Mereka telah mewartakan, tanpa kenal lelah, Injil Kasih! Di tengah kita, di tengah Bangsa yang indah, mulia dan besar ini, mereka memungkinkan sebuah mukjizat, yang luar biasa, yang tak terhapuskan dan ajaib, sebuah mukjizat yang harus terpenuhi, yang dapat menyentuh hati semua orang. Dan inilah mukjizat itu: “… karena rahmat-Nya, oleh permandian kelahiran kembali, dan oleh pembaruan yang dikerjakan Roh Kudus (Baptisan), kita, sebagai orang yang dibenarkan, … berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.”
Inilah yang diwartakan, Santo Paulus kepada kita, dalam suratnya kepada Titus! Inilah yang telah Allah berikan kepada Indonesia, melalui kehadiran Gereja Katolik, yang senantiasa rendah hati, dan bijaksana dalam berdialog, yang melaksanakan misinya, selalu dalam kemurahan hati, dan penuh semangat.
Melalui perayaan agung sore ini, kita hendak bersyukur atas Penyelenggaraan Ilahi, atas karunia agung ini, dan khususnya, atas pelayanan tertinggi Bapa Suci Fransiskus. Sungguh, dia adalah pemimpin Gereja Kristus yang kelihatan. Ia telah mengemban jabatannya, selama lima tahun dan terus mengembannya, dengan murah hati dan tanpa lelah. Setiap hari ia memandang, putra dan putri Indonesia, dengan kasih seorang bapa, dengan penuh perhatian. Ia memahami dan mengasihi mereka. Ia mengetahui suka dan duka, karya dan harapan setiap orang. Ia juga menemani pelayanan para Uskup, imam, dan kaum hidup bakti, dengan kasih seorang bapa. Terlebih, ia pasti mendorong kita, mengajar kita, mendukung martabat dan perkembangan kita. Terakhir, ia berdoa dan bekerja untuk perdamaian, harmoni, dan persatuan di antara kita semua, warga negara bangsa Indonesia, yang besar dan indah ini. Dan semua ini dicapai dalam nama Tuhan!
Atas pelayanan penting ini, yang dijalankan Bapa Suci dalam nama Allah, dan demi mendukung peradaban kasih, kita bersyukur sekali lagi dengan Mazmur 23 (dua puluh tiga), yang baru saja kita doakan: “Tuhan adalah gembalaku … Ia membaringkan aku, di padang rumput yang hijau, ia membimbing aku, ke air yang tenang, … Ia menuntun aku, di jalan yang benar … Ia menghibur aku … dan aku akan diam dalam rumah Tuhan, sepanjang masa.”
Terakhir, perikop Injil memberitahu kita, tentang mukjizat penyembuhan sepuluh orang kusta. Ia juga menjelaskan pada kita, tentang sikap kita yang seharusnya, bila berhadapan dengan rahmat, yang telah Tuhan kerjakan, melalui pelayanan Bapa Suci kepada Gereja Katolik di Indonesia, demi kebaikan umat kita, melalui kontribusi yang diberikannya dengan murah hati, dengan menjaga dialog antaragama, harmoni dan perdamaian, di antara warga dari negara yang luas ini.
Saudara-saudari terkasih, mari kita meneladani seseorang, yang setelah disembuhkan Yesus, kembali untuk bersyukur, atas kebaikan, yang telah dilakukan Yesus, kepadanya. Kebiasaan bersyukur, adalah ciri khas semangat masyarakat, yang membuka diri terhadap yang lain, yang berkomunikasi dan membangun jembatan perdamaian, dan harmoni dengan yang lain. Jadi, ini juga harus menjadi, ciri mendasar kehidupan kita di Gereja, sebagai saudara dan saudari.
Semoga perayaan “Pesta Sri Paus Fransiskus” membantu kita, untuk memohon kepada Tuhan, untuk selalu menciptakan, hati yang bersyukur dan berbudi, dalam diri kita, demi kebaikan semua saudara kita, Bangsa Kita, Gereja kita, dan semua umat manusia.
0 Comments